LIFE IS JUST WAITING FOR A RAINBOW

Minggu, 29 September 2013



Tulisan ini menjadi Juara II Lomba Resensi yang diadakan oleh Penulis buku Rainbow ini :

 

Pernahkah kalian bermimpi mendapatkan hal ajaib pada hari ulang tahun pernikahan kalian? Hal ajaib yang membahagiakan? Tapi siapa tahu takdir ke depan, satu detik ke depan saja. Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang bisa menduganya. Demikian juga Keisha dan Akna, mereka tidak pernah menduga akan mendapatkan kejutan ajaib dari Allah, sayangnya bukan kejutan yang membahagiakan tetapi kejutan yang begitu mengguncang dan memporak porandakan semua impian mereka.

Yang laris memang cuma Rainbow hehehe...


Sesungguhnya ketika membaca novel ini, saya amat terpana, penulis benar-benar bisa menggambarkan jalan cerita dan konfliknya dengan baik dan benar. Padahal penulis tidak pernah mengalaminya. Justru saya yang pernah mengalami semua itu. Ya seharusnya saya yang lebih pantas menulis novel ini hahaha *kaboorr...
Bisa ditebak, saya menangis membaca novel ini, tersedu sedan terus sampai selesai membacanya. Bukan karena saya memang cengeng, tetapi karena membaca novel ini bagaikan membaca buku harian saya saja huhuhu.. (padahal buku diary saya tetap aman di kamar, tidak pernah dipinjam dik eni hehehe..) Cerita dalam Rainbow ini nyaris sama persis dengan yang saya alami. 

Kalau Akna harus mengalami kecelakaan dan kehilangan salah satu kakinya, maka suami saya mengalami penurunan kemampuan fisik bagian tubuhnya yang sebelah kanan setelah mendapat serangan stroke yang kedua, jalannya tidak sempurna nyaris seperti orang cacat, walaupun tidak sampai cacat seperti Akna. Tetapi seperti juga Akna, maka suami saya juga mengalami depresi berat. Beliau kehilangan kepercayaan diri dan nyaris putus asa menghadapi hidup. Beliau sering bertanya Kenapa hidup bisa berubah seratus persen lebih sulit dan menyakitkan? Kenapa harus Beliau yang diberi cobaan ini? Di dalam novel ini juga digambarkan bagaimana Akna merasa minder dan terpuruk : Akna tidak siap bila maminya dan Keisha melihatnya tanpa kaki. Akna tidak mau mereka melihatnya tertatih-tatih dalam melakukan apapun. Akna tidak mau Keisha menyaksikan dia tampak begitu bodoh menggunakan kruk. Akna ingin merdeka dalam kelemahannya. 

Bagaimana Akna bisa menjadi sepayang sayap buat Keisha sang bidadari tanpa sayap? Jangankan mencari nafkah, menolong dirinya sendiri saja dia tak sanggup. Apalagi kariernya juga lenyap bersama kecelakaan itu. Maka yang ada hanyalah menyesali nasib, membenci takdir, mengutuk diri sendiri dan terpuruk dalam gua gelap yang dia buat sendiri! Pelariannya paling-paling hanyalah tidur karena tidur bagi Akna adalah lorong waktu teraman yang dimilikinya sekarang. Lalu pertanyaannya, Sampai Kapan? Sampai Kapan Akna begini?

Keisha yang seharusnya ada disamping Akna dan menolong mengembalikan kepercayaan diri Akna, ternyata justru bimbang dan bingung harus bersikap bagaimana. Walaupun Keisha tahu, Akna bagai jiwa baru terlahir, Keisha harus siap menghadapi perubahannya. Tetapi tak urung membuat Keisha bingung juga. Sikap Akna yang menolak kehadirannya, sama sekali tidak mau ditolong dan dibantu, selalu ingin menyendiri, membuat Keisha melarikan diri dengan kesibukannya, berharap apa yang dilakukannya dapat membantu mengembalikan perekenomian keluarga mereka yang sedang ambruk, Lalu Keisha berubah menjelma dari seorang bidadari tanpa sayap menjelma menjadi Dewi bertangan besi, apakah Keisha salah? 

Saya bisa memahami apa yang dirasakan Keisha, karena saya juga mengalaminya sendiri. Serba salah dan tidak tahu harus berbuat apa. Saya tidak meminta suami saya berterima kasih kepada saya karena saya sedang berusaha mati-matian menyelamatkan ekonomi keluarga kami, saya tidak meminta beliau memuja muja saya, cukuplah bagi saya beliau mendukung dan memberi support atas apa yang saya lakukan. Bukannya malah uring-uringan, mengurung diri, menyalahkan keadaan bahkan berubah menjadi monster yang menakutkan. Walaupun saya tidak mengalami pelecehan seperti yang dialami Keisha tetapi saya juga pernah menerima teriakan kasarnya, bogem mentahnya, amukan monsternya. Saya yang sudah tiga belas tahun menikah dengan beliau saja, kadang-kadang tidak kuat menjalani semua ini, apalagi Keisha yang baru satu tahun menikah? Wajar sekali kalau dia ingin lari dari semua kenyataan pahit itu dan memilih bercerai. Lagi-lagi saya terpukau, penulis dengan tepat menuliskan kegalauan hati Keisha. 

Yang berbeda antara saya dan Keisha adalah karena saya sudah dikaruniai anak-anak. Itulah mengapa mungkin saya lebih gigih memperjuangkan rumah tangga saya. Saya tidak mau rumah tangga saya hancur, saya tidak mau semua berantakan hanya karena cobaan ini. Saya akan memperjuangkannya mati-matian. Kalau Keisha memilih menghindar bila suaminya menjauh, maka saya tidak, saya justru menunggui suami saya sepanjang waktu, persetan dengan kuliah dan mengajar saya, saya ingin suami saya tahu bahwa saya selalu ada untuknya. Kalau suami tidak mau dibantu, maka saya akan tetap membantunya, saya akan tetap berdiri diluar kamar mandi menunggunya selesai mandi walaupun saya hanya akan mendapat lemparan handuk dan makiannya karena nekat menunggunya. Saya akan tetap menemaninya makan, membantu menyuapinya walaupun sering tangan saya ditepisnya dengan kasar. Saya tetap nekat memeluknya ketika tidur walaupun dia memunggungi saya sampai pagi. Saya tetap meneleponnya, mengiriminya sms setiap detik, walaupun tidak pernah dibalasnya. Saya tetap berusaha sampai akhirnya suami saya mengerti bahwa bagi saya hal terindah dalam hidup saya adalah dirinya, bahwa saya tetap akan menjadi istrinya dan tetap beliaulah satu-satunya dihati saya. Tidak ada yang berubah, tidak ada. Semuanya tetap sama seperti dulu. Semoga kami tetap pada tempatnya dan selalu saling mencintai.

Dan hidup sesungguhnya adalah menanti pelangi. Saya yakin itu. Saya percaya memang akan selalu ada pelangi setelah hujan, walaupun kadang hujan pun sering kehilangan haknya utk menampilkan pelangi. Tetapi kita harus berprasangka baik bukan kepada Allah? Bahwa cobaan adalah hadiah yang pastinya penuh hikmah. Kalau Keisha dan Akna akhirnya bisa mendapatkan pelanginya atas bantuan Romi dan Emi, memulai kesempatan kedua yang memang pastinya selalu ada, maka sesungguhnya saya sendiri sedang menunggu pelangi itu. Saya percaya tidak mungkin kita akan didera hujan terus menerus, pasti akan datang pelangi sesudahnya.

Sekali lagi kisah dalam novel ini benar-benar mencengangkan saya, karena dik Eni bisa menuliskannya dengan sempurna. Maklum, saya biasa membaca karya dik Eni yang kocak, seperti Sekretaris Dodol dan Kuntilanak Cemen, maka cukup kaget juga, membaca novelnya yang bagus dan bisa menguras air mata ini. Walaupun memang ada satu dua kata kocak dik Eni yang masih saja ada, yang kadang-kadang mengganggu rasa sedih yang sudah terlanjur muncul.

Satu hikmah lagi dalam novel ini yaitu tentang indahnya persahabatan, bahwa memang benar "A friend in need is a friend indeed". Digambarkan bagaimana hebatnya seorang sahabat bisa membantu menyelesaikan masalah sahabatnya. Seperti yang saya alami sendiri, itulah memang gunanya sahabat, yang akan selalu ada dalam setiap suka dan duka kita. Saya benar-benar bersyukur mempunyai sahabat-sahabat yang selalu ada bersama saya dalam situasi apapun. So, novel ini memang hebat, penggambaran konflik dan masalah yang berat bisa berakhir manis dan indah dengan penyelesaian yang menarik. Bagaimana akhirnya kedua sahabat itu membantu sahabat mereka yang sedang terpuruk keluar dari permasalahan mereka? Bagaimana gigihnya mereka sehingga rumah tangga Keisha dan Akna bisa terselamatkan? Selamat membaca dan mendapatkan hikmahnya. 

I will survive
I am gonna make it through
Just give me time
I will get over you
I will survive
No matter what you do
I will survive

Arul, si bungsu, yang membuat saya mampu bertahan untuk selalu menunggu Rainbow di kehidupan saya


Akhir kata, Saya sudah membaca ratusan buku, dan baru sekali ini saya membuat resensinya. Jadi Rainbow ini adalah resensi perdana saya. Semoga tidak mengecewakan. Spesial saya tulis sebagai hadiah ulang tahun buat penulisnya. Selamat Ulang tahun ya dik Eni, semoga umur panjangnya barokah dan karyanya semakin mendunia saja. 
Terima Kasih sudah selalu menjadi sahabat baikku. 

LAMONGAN, 29 September 2013 





Read More

PAK POLISI DILARANG BACA

Sabtu, 29 Juni 2013

Tulisan ini kuikutkan Giveawaynya http://kinzihana.blogspot.ae/2013/06/kinzihanas-ga.html
             Kenapa judul tulisanku seperti itu? Ya karena kalo sampai Pak Polisi membaca tulisanku ini, dan tahu aku tidak punya SIM, wah bisa-bisa besok pagi aku ditunggu di ujung jalan dan langsung ditilang! Hehehe..
Tidak punya SIM? Maksudnya? Aku tidak punya SIM? Yup betul sst jangan keras-keras ntar ketahuan Pak Polisi hehehe.. Kalau umurku baru berbilang belasan, mungkin wajar kalau aku tidak punya SIM ya? Atau kalau aku tidak bisa naik sepeda motor, masuk akal kalau aku tidak punya SIM. Tetapi aku adalah ibu-ibu berumur 40 tahun dan aku ini raja jalanan, so pasti aneh kalau aku tidak punya SIM. But, It’s true. I don’t have a driving license! Trus bagaimana aku bisa pergi kemana-mana dengan selamat?
            Kalau aku lagi di Jakarta (rumah ortu) atau di Surabaya (di Mertua) aku minta diantar dong kalau pergi kemana-mana hehehe… Nah, kalau aku sedang di daerahku di Lamongan, aku tidak akan pergi di pagi hari, karena Razia biasanya di pagi hari, aku akan beredar setelah pukul 12 hahaha.. kalau terpaksa harus pergi pagi, aku pinjam SIM temanku yang badan, wajah dan umurnya nggak beda jauh denganku, dan untungnya ada lhooo temanku yg rada mirip begitu hehehe.... Pak Polisi nggak akan perhatian, juga tidak akan minta KTP untuk mencocokkan hihihi..
Sebetulnya aku juga tidak selalu selamat, aku pernah beberapa kali kena tilang juga.
Yang pertama waktu di Surabaya, gara-gara tidak memakai helm standart, aku disemprit dan diberhentikan Pak Polisi..(haduh nggak liat ada Pak Polisi sembunyi dibalik pohon besar huhu) Dengan tampang sok gaya, aku tanya apa salahku? Ternyata soal helm itu, Ya Allah, waktu Pak Polisi meminta SIMku, aku mengatakan SIMku ketinggalan. Jadi deh aku kena tilang, STNKku ditahan huhu… Oya aku bukan warga yang suka menyogok ya, karena aku ibu-ibu gak ada kerjaan, jadi, ketika ditawari sidang, ya aku mau sidang aja, apa susahnya datang ke Pengadilan Negeri hihihi..Padahal mungkin pak polisi itu berharap yang lain hehehe..
Aku pernah juga kena Razia di Lamongan, waktu itu aku bawa SIM temanku, setelah kuberikan SIMku, lama Pak Polisi memandangnya dan mungkin menyamakan dengan wajahku, koq nggak sama begitu pikirnya, hatiku dag dig dug  takut ketahuan, akhirnya SIMKu dikembalikan, sambil beliau bilang, “Koq cantik yang di SIM ya?” wakakaka.. aku jawab itu abis mandi Pak, ini saya  abis ngajar udah jelek Pak, sambil kustater motorku wuss... amaann selaammaat Alhamdulilllaahhh hahaha..

Kenapa aku tidak pernah punya SIM? Karena aku selalu tinggal di daerah dimana aku tidak punya KTP daerah situ. Sewaktu aku SMA, aku tinggal di Madiun, padahal KTPku Magetan, dan orang tuaku di Jakarta. Aku tidak berani mengurus SIM sendiri di Magetan. Ketika akhirnya aku kuliah di Surabaya, KTPku Jakarta. Setiap pulang ke Jakarta waktuku selalu habis buat ini itu sehingga males banget ngurus SIM. Ketika akhirnya aku tinggal di Lamongan, KTPku Surabaya, karena aku sudah mengikuti KTP suami. Aku males ke Surabaya hanya untuk mengurus SIM saja hehehe.. Nah tahun ini KTPku sudah Lamongan koq, insyaAllah aku akan segera mengurus SIM, doakan yaaa….
Belum tentu mereka semua ini punya SIM lho hihihi...


Besok ngurus SIM ahh.. biar enak kalo jalan ma anak-anakku hehehe..

paling enak memang dianterin kemana-mana hahaha...

Atau gowes aja, gak pernah perlu SIM hehehe..



….

Read More