Waktu masih menunjukkan pukul 03.00 pagi, tapi aku
sudah gedubrakan di dapur, kompor sudah menyala dari tadi, dan mesin cuci juga
sudah mulai menggulung. Aku harus selesai memasak dan mencuci sebelum
meninggalkan rumah. Tidak tega bila aku tidak membantu pekerjaan rumah sama
sekali, pembantuku cuma satu, tentu dia akan lelah sekali mengurus keempat
anakku.
“Bangun,
Mas!” Kuusap lembut wajah anakku dengan air, dinginnya air akan membuatnya cepat
terjaga. “Ibu berangkat dulu ya?” Bisikku padanya takut membuat adik-adiknya
terbangun.
“Iyaaa…”
Jawabnya setengah mengantuk. “Ati-ati ya Bu! Jangan ngebut!”
“Beres”
Kataku sambil mengusap kepalanya “Yang pinter ya di rumah, jaga adik-adik nanti
sore ibu pulang, Oke?”
Anakku
menganggukkan kepalanya sambil mengantarku keluar rumah. Aku bergegas menuju
stasiun, ketinggalan kereta itu berarti terlambat masuk kuliah.
Pukul
05.30 aku sudah duduk manis di dalam kereta. Hari ini Alhamdulillah aku
mendapatkan tempat duduk, karena tak jarang aku harus upacara berdiri sepanjang
perjalanan. Dari stasiun kotaku menuju kampus membutuhkan waktu 1,5 jam.
Lumayan aku bisa tidur sebentar, supaya di kelas tidak mengantuk karena bangun
kepagian.
Sudah
satu tahun aku menjalani kehidupan yang aneh ini. Meninggalkan keempat anakku
hanya dengan pembantu, karena ayahnya juga dinas di luar kota. Aku mendapatkan
beasiswa untuk mengambil program pasca sarjana. Kini aku sudah memasuki
semester ke tiga. Masih satu tahun lagi perjuanganku untuk mendapatkan gelar
master.
Aku
tahu banyak pengorbanan yang harus kulalui untuk mendapatkan impianku ini. Aku
harus meninggalkan keempat anakku, berangkat pagi dan baru pulang menjelang
malam. Duhai, apakah yang sebetulnya aku cari? Aku tidak ingin menjadi ibu
durhaka yang meninggalkan anak-anakku di tangan pembantu. Membiarkan mereka
menjalani hari-harinya tanpa keberadaanku disampingnya. Itulah mengapa aku selalu
berusaha pulang setiap hari, dua atau tiga jam bertemu mereka itu sudah sangat
berharga bagiku. Lumayan bisa membantu sulungku mengerjakan PR, membacakan cerita
buat si bungsu atau sekedar bernyanyi dan berhaha hihi mendengar cerita dua
cantikku.
Awalnya
aku iseng saja mengikuti beasiswa itu, tetapi ternyata aku diterima. Tidak
menyangka Allah menjawab doaku selama
ini. Doa yang selalu kupanjatkan disetiap usai sholat bahwa aku ingin
melanjutkan kuliahku. Walaupun sepertinya mustahil dengan anak yang masih
kecil-kecil dan aku mengajar serta tinggal di pelosok desa pula. Tetapi Allah
memberi jawaban dengan caraNya sendiri. Aku bisa ikut kuliah di sebuah
universitas ternama di ibukota propinsi, walaupun dengan resiko harus pulang
pergi setiap hari dan meninggalkan anak-anakku.
Aku
adalah seorang guru bahasa Inggris di sebuah SMP di desa kecil di Jawa Timur. Sebagai
seorang guru maka aku selalu ingin bisa mengajar dengan baik, menyampaikan ilmu
yang kumiliki dengan semangat dan menjadikan murid-muridku sebagai generasi
penerus bangsa yang bisa dibanggakan. Untuk bisa mengajar dengan baik, maka aku
juga harus mempunyai bekal yang cukup. Itulah mengapa aku selalu ingin
melanjutkan sekolah lagi agar ilmuku bertambah, agar cukup bekal yang kuberikan
kepada anak didikku.
Mejeng di depan kampusku |
Itulah
mengapa aku selalu bermimpi menjadi professor tetapi tetap menjadi seorang guru
yang mengajar di desa. Cita-citaku yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa,
selalu mendorongku untuk mencari ilmu setinggi langit sebagai bekalku mengajar
dan menyampaikan ilmuku. Aku tidak ingin anak-anak yang di desa hanya mendapatkan
bekal ilmu apa adanya, diajar oleh mereka-mereka yang tidak kompeten dalam
bidangnya, karena kurangnya SDM yang ada. Aku ingin murid-muridku mendapatkan
ilmu dari mereka yang benar-benar menguasai ilmunya dan memahami bagaimana
mencerdaskan bangsa dengan sebenar-benarnya.
Entah
berapa tahun lagi impianku menjadi professor bisa terwujud, aku tidak pernah
menghitungnya. Tetapi di dalam hatiku selalu ada tekad untuk menjadi guru yang
terbaik buat murid-muridku.
“Bangun,
bu! Sudah sampai Stasiun!” Seseorang yang duduk disampingku membangunkanku. Aku
tersenyum membereskan tasku. Langkah kakiku ringan menuju kampus. Semoga Allah
memudahkan jalanku mencari ilmu. Amin.
Teman kuliahku, ibu-ibu yang semangat belajar lagi. |
Namanya juga beasiswa, tasnya pun dapat pembagian dan tentu saja kembar! |