Aku seorang guru di desa, yang berjarak tiga belas
kilometer dari kota kabupaten. Tidak begitu jauh sebetulnya, bisa ditempuh
dengan dua puluh menit naik mobil atau setengah jam dengan sepeda motor. Jalan
yang menghubungkan juga sudah lumayan, sebetulnya beraspal tetapi tidak rapi,
karena berlubang disana sini. Yang
menjadi kendala adalah angkutannya. Tidak ada angkot atau mobil angkutan umum,
yang ada hanya ojek, itupun mahal sekali. Aku juga bukan warga di desa sini,
aku cuma pendatang. Aku mengajar di sekolah ini pun karena diangkat menjadi
pegawai negeri. Ketika kuliah aku mendapatkan beasiswa ikatan dinas, jadi ketika
lulus aku langsung diangkat di sekolah ini.
Pertama, aku datang, aku sempat kaget melihat keadaaan
sekolahku. Sekolahku benar –benar kumuh, mencerminkan sosok sekolah di desa ala
kadarnya. Aku yang sebelum diangkat sudah mengajar di sebuah sekolah yayasan
terkenal di kota besar, yang kelasnya bagus, berlantai keramik dan full AC, benar-benar
shock harus mengajar di sekolah di desa seperti ini. Tapi untunglah semangat
mengajar dan idealisme untuk mencerdaskan kehidupan bangsa selalu berkobar di
dalam dada. Jadi keterbatasan dan apa adanya sekolahku membuatku tetap
bersemangat
Ketika tiba saatnya mengajar, kulihat muridku cukup lumayan
juga. Mampu menerima penjelasanku dengan baik. Maklum aku guru bahasa Inggris,
bukan pelajaran yang mudah buat mereka yang tinggal di desa, bukan? Tetapi
ternyata mereka menyimak dengan baik, mengerjakan dengan rajin, walaupun masih
banyak salah disana-sini. Entah karena gaya mengajarku yang enak, atau karena
aku guru baru yang membuat mereka punya semangat belajar baru, tidak begitu
kupikirkan. Yang penting pelajaranku bisa diterima mereka, dan aku bisa
menyampaikan ilmuku, itu sudah cukup bagiku.
Seiring jalannya waktu, aku mulai menikmati mengajarku.
Rasa jengah karena ruang kelas yang kumuh, banyak lalat karena dekat peternakan
ayam, anak-anak yang kucel, fasilitas yang minim, sudah bisa kuatasi. Selalu
kutekankan dalam hatiku, inilah ladang jihadku, tempatku menyampaikan ilmu,
tempatku bertanggung jawab menjadikan mereka anak-anak bangsa yang berguna bagi
agama dan negara. Maka kuhilangkan semua ketidaknyamanan diri, kuganti dengan
semangat yang bertubi-tubi.
Seperti juga sekolah lain di kabupaten ini, maka setiap
sekolah selalu wajib mengikuti lomba yang diadakan di Kabupaten. Aku pernah berkesempatan mengantar muridku
bertanding lomba. Surat pemberitahuan yang mendadak, jarang melatih lomba
pidato bahasa Inggris, tidak begitu mengenal bakat muridku, membuat aku sempat
kebingungan untuk mengikuti lomba itu. Tetapi kebanyakan teman-teman guru
mengatakan agar aku berangkat saja mengantar muridku. Karena semua itu hanya
untuk memenuhi syarat, untuk menggugurkan kewajiban, pokoknya sekolahku bisa mengirimkan
peserta, itu sudah cukup. Olala, tentu bisa ditebak dengan mudah, muridku kalah
dalam perlombaan itu.
Pengalaman itu membuka wawasanku, aku bertanya kepada guru-guru lain apakah sekolahku pernah memenangkan lomba-lomba yang diadakan di kabupaten. Beberapa mengatakan pernah tapi jarang sekali. Mungkin hanya untuk satu atau dua kali saja. Itupun karena memang anaknya pintar. Tiba-tiba timbul hasrat untuk memajukan sekolahku ini. Tapi tentu aku harus didukung oleh teman-teman yang lain. Aku pun mulai meyusun rencanaku. Aku ingat-ingat, dulu aku juga bersekolah di desa, tetapi sekolahku selalu menang. Karena ada bimbingan khusus bagi anak-anak yang pandai.
Alhamdulillah beberapa teman sependapat denganku dan Kepala sekolahku yang kebetulan baru diangkat di sekolahku juga sangat mendukung rencana kami. Apalagi ketika itu, tanpa dinyana team tari sekolah yang dikirim mewakili Kabupaten memenangkan festival tari se-Provinsi dan akan dikirim ke Pusat untuk mewakili Provinsi. Itu menjadi letupan kecil pembangkit semangat kami. Nama sekolah kami mulai dikenal orang. Kami berjanji tidak hanya tari, tetapi di semua bidang studi kami akan unjuk gigi. Walaupun kami tinggal di desa, kami tidak mau kalah dengan mereka yang ada di kota.
Pengalaman itu membuka wawasanku, aku bertanya kepada guru-guru lain apakah sekolahku pernah memenangkan lomba-lomba yang diadakan di kabupaten. Beberapa mengatakan pernah tapi jarang sekali. Mungkin hanya untuk satu atau dua kali saja. Itupun karena memang anaknya pintar. Tiba-tiba timbul hasrat untuk memajukan sekolahku ini. Tapi tentu aku harus didukung oleh teman-teman yang lain. Aku pun mulai meyusun rencanaku. Aku ingat-ingat, dulu aku juga bersekolah di desa, tetapi sekolahku selalu menang. Karena ada bimbingan khusus bagi anak-anak yang pandai.
Alhamdulillah beberapa teman sependapat denganku dan Kepala sekolahku yang kebetulan baru diangkat di sekolahku juga sangat mendukung rencana kami. Apalagi ketika itu, tanpa dinyana team tari sekolah yang dikirim mewakili Kabupaten memenangkan festival tari se-Provinsi dan akan dikirim ke Pusat untuk mewakili Provinsi. Itu menjadi letupan kecil pembangkit semangat kami. Nama sekolah kami mulai dikenal orang. Kami berjanji tidak hanya tari, tetapi di semua bidang studi kami akan unjuk gigi. Walaupun kami tinggal di desa, kami tidak mau kalah dengan mereka yang ada di kota.
Satu keuntungan lagi, muridku adalah anak-anak desa, yang
notabene masih lugu, belum banyak godaan
seperti anak-anak di kota, yang senang main handphone, game Online, Play
Station, mejeng-mejeng di mall, dan lain-lain. Mereka pastinya lebih mudah
diarahkan dan dibimbing. Aku tahu muridku hanya kurang motivasi, kurang daya
saing. Kalau murid- murid di kota lihatlah, mereka selalu termotivasi untuk
ikut les di guru mereka atau di bimbingan belajar ternama di kota-kota. Lain
dengan muridku, yang sebagian besar anak buruh tani, boro-boro buat les, buat
makan saja susah. Dan lagi belum tentu mereka nanti setelah lulus bisa melanjutkan
ke sekolah yang lebih tinggi. Maka
cukuplah bisa naik kelas, tidak perlu muluk-muluk jadi juara kelas apalagi
juara di Kabupaten. Untuk ini, aku selalu memberi wawasan dan meningkatkan
motivasi mereka.
Setelah
optimis dengan murid-muridku, kini
tinggal menguatkan tekad dengan teman-temanku guru yang lain. Bersediakah
mereka meluangkan waktu, membimbing murid-murid? Memberi les tambahan diluar
jam mengajar? Alhamdulillah, walaupun dengan imbalan seadanya, ternyata
teman-temanku sangat mendukungku. Aku senang dan bangga. Aku lihat
teman-temanku juga lulusan universitas ternama di Negara ini, yang pastinya
sangat kompeten di bidangnya masing-masing dan pasti mampu memberikan yang
terbaik kepada murid-murid kami.
Keputusan Kepala sekolah untuk mendirikan kelas unggulan
juga sangat membantu program ini berjalan lancar. Obsesi menjadikan sekolah
kami terkenal dan menjadi sang jawara sudah semakin di depan mata. Dengan
adanya kelas unggulan, memudahkan kami membimbing anak-anak yang memang sudah
pilihan. Kelas unggulan kami sebut dengan kelas bilingual, karena kami berusaha
menyampaikan materi dalam dua bahasa. Sebagai guru bahasa Inggris tentu saja aku seperti punya
beban moral. Berani-beraninya mendirikan kelas bilingual, apa kelebihannya?
Bagaimana SDMnya? Seperti apa murid-muridnya? Semua itu sangat mengusik hatiku.
Karena itu sedikit demi sedikit kemajuan
kearah itu selalu kuupayakan. Dari mulai
memanggil dosen dari luar untuk memberi les bahasa Inggris kepada para
guru, mengadakan English day di sekolah, mendatangkan native speaker, mengadakan
kegiatan outbond berlabel English Fun, menampilkan drama bahasa Inggris, dan
banyak lagi. Demi pertanggungjawaban kepada masyarakat akan nilai lebih kelas bilingualku.
Kami juga mengadakan studi banding ke sekolah-sekolah RSBI, untuk mencuri ilmu
tentang program yang mereka terapkan.
Untuk lebih meningkatkan wawasan para guru, aku juga
menyebarkan virus membaca di sekolahku. Aku membawa buku-buku bacaan buat mereka, dan mereka bisa meminjamnya gratis. Kepada murid-muridku di kelas bilingual, berlaku full day school, dimana mereka
bersekolah sampai sore. Mereka
harus menerima pelajaran tambahan lebih dibanding
kelas yang lain. Untuk pelajaran bahasa Inggris, aku memberikan les tambahan,
selain pelajaran di kelas, juga di laboratorium bahasa. Ada juga kelas persiapan untuk lomba story telling dan speech contest. Juga
mengirim murid-muridku dan Guru-guru bidang studi IPA dan Matematika untuk
mengikuti kursus bahasa Inggris di sebuah tempat kursus terkenal.
Semua persiapan itu juga diiringi dengan upaya mengikuti
semua lomba yang diadakan di Kabupaten maupun di Provinsi. Lomba dimana saja kami
datangi, menang atau kalah urusan belakang, yang penting kami menguji nyali. Melatih
murid-murid agar terbiasa berlomba, menyiapkan mental mereka untuk siap
bersaing.
Tetapi
tidak seindah yang dibayangkan, ketika berkali-kali kami gagal, mulai terdengar
kasak kusuk umpatan dari teman-teman kami sendiri. Ada yang mengira kami
mendirikan sekolah tandingan karena kami nyaris hanya mengurusi kelas bilingual
saja, ada yang mulai mengolok-olok, dituduh cuma menghabiskan uang sekolah
saja, percuma dibayar buat membina tapi yang dibina tidak pernah menang. Aku
cuma tersenyum saja sambil mengelus dada. Sekali waktu, aku klarifikasi, tapi lain waktu aku
diamkan saja. Yang berkata begitu pasti tidak pernah tahu susahnya membina
anak, apalagi pelajaran bahasa Inggris seperti itu. Membuat
anak terampil berpidato, story telling, bermain drama, dalam bahasa Inggris
pula. Pasti tidak pernah mereka rasakan, sulitnya membuat naskah pidato, skenario
naskah drama, yang semuanya dalam bahasa Inggris, yang sering membuatku lembur
tidak tidur. Belum lagi melatih
mereka menjadi seperti artis dalam sekejap saja. Maka biarlah anjing
menggonggong, kafilah tetap berlalu.
Belum lagi masalah dana, bukankah mengirim lomba-lomba juga perlu dana? Mobilnya? Makannya? Akomodasinya lainnya? Kadang-kadang sampai pontang-panting kami mencari pinjaman uang ketika harus memberangkatkan murid-murid dalam suatu perlombaan yang diadakan diluar kota. Wali murid kami juga kebanyakan orang tidak mampu, yang cuma bisa mendoakan anaknya tanpa bisa memberi kontribusi apa-apa. Tetapi sekali lagi, semua itu kami nikmati saja. Bukankah Allah Maha Tahu apa yang diusahakan oleh hambaNya?
Semua yang ditanam dengan baik, suatu saat pasti akan menghasilkan buah yang baik pula. Sedikit demi sedikit kami peroleh kemenangan itu, mula-mula ditingkat kecamatan, lalu ditingkat Kabupaten. Dan kini sudah sampai di tingkat Provinsi. Nama sekolah kami mulai dikenal dan diperhitungkan. Setiap ada perlombaan dan kami datang, pasti akan membuat musuh kami gentar. Tidak hanya bahasa Inggris yang bisa menjuarai lomba drama, story telling dan speech contest di tingkat Kabupaten, tetapi pelajaran IPA dan Matematika tidak mau kalah juga. Bahkan ketika ada Olimpiade Science Nasional, perwakilan kabupaten, diborong semua oleh murid-muridku. Tidak hanya itu, kejuaran di bidang tari, bidang olah raga, mulai atletik sampai futsal, pidato Bahasa Jawa, Qiroah bidang agama, Astronomi, IPS, semua pernah diraih sekolah kami.
Sampai saat ini kami tak pernah berhenti berjuang untuk mempertahankan semua gelar juara itu. Kedepannya kami mempunyai target untuk bisa menjadi Jawara Internasional. Sekarang ini kami sudah mulai mengadakan kerja sama dengan pihak-pihak Internasional untuk mewujudkan impian kami itu. Kendala tentu saja tetap ada. Tetapi kami hadapi dengan bijaksana. Kami cukup puas akhirnya sekolah kami bisa dikenal karena prestasi-prestasinya, walaupun kami hanyalah sekolah di desa. Para orang tua murid juga mulai mempercayai kami, berbondong-bondong menyekolahkan anaknya di sekolah kami, tidak perlu jauh-jauh ke kota lagi. Maka, pergilah ke Lamongan, dan tanyalah tentang SMP Negeri 1 Kembangbahu? Semua orang pasti tahu dan akan menjawab dengan bangga, disana ada murid-murid hebat yang siap membawa nama baik Lamongan, bahkan Jawa Timur ke tingkat Internasional. Allahumma Amin.
Belum lagi masalah dana, bukankah mengirim lomba-lomba juga perlu dana? Mobilnya? Makannya? Akomodasinya lainnya? Kadang-kadang sampai pontang-panting kami mencari pinjaman uang ketika harus memberangkatkan murid-murid dalam suatu perlombaan yang diadakan diluar kota. Wali murid kami juga kebanyakan orang tidak mampu, yang cuma bisa mendoakan anaknya tanpa bisa memberi kontribusi apa-apa. Tetapi sekali lagi, semua itu kami nikmati saja. Bukankah Allah Maha Tahu apa yang diusahakan oleh hambaNya?
Semua yang ditanam dengan baik, suatu saat pasti akan menghasilkan buah yang baik pula. Sedikit demi sedikit kami peroleh kemenangan itu, mula-mula ditingkat kecamatan, lalu ditingkat Kabupaten. Dan kini sudah sampai di tingkat Provinsi. Nama sekolah kami mulai dikenal dan diperhitungkan. Setiap ada perlombaan dan kami datang, pasti akan membuat musuh kami gentar. Tidak hanya bahasa Inggris yang bisa menjuarai lomba drama, story telling dan speech contest di tingkat Kabupaten, tetapi pelajaran IPA dan Matematika tidak mau kalah juga. Bahkan ketika ada Olimpiade Science Nasional, perwakilan kabupaten, diborong semua oleh murid-muridku. Tidak hanya itu, kejuaran di bidang tari, bidang olah raga, mulai atletik sampai futsal, pidato Bahasa Jawa, Qiroah bidang agama, Astronomi, IPS, semua pernah diraih sekolah kami.
Sampai saat ini kami tak pernah berhenti berjuang untuk mempertahankan semua gelar juara itu. Kedepannya kami mempunyai target untuk bisa menjadi Jawara Internasional. Sekarang ini kami sudah mulai mengadakan kerja sama dengan pihak-pihak Internasional untuk mewujudkan impian kami itu. Kendala tentu saja tetap ada. Tetapi kami hadapi dengan bijaksana. Kami cukup puas akhirnya sekolah kami bisa dikenal karena prestasi-prestasinya, walaupun kami hanyalah sekolah di desa. Para orang tua murid juga mulai mempercayai kami, berbondong-bondong menyekolahkan anaknya di sekolah kami, tidak perlu jauh-jauh ke kota lagi. Maka, pergilah ke Lamongan, dan tanyalah tentang SMP Negeri 1 Kembangbahu? Semua orang pasti tahu dan akan menjawab dengan bangga, disana ada murid-murid hebat yang siap membawa nama baik Lamongan, bahkan Jawa Timur ke tingkat Internasional. Allahumma Amin.