Hari ini Arul genap berumur sembilan tahun. Alhamdulillah seperti baru kemarin aku melahirkannya. Doa Ibu selalu untukmu, Nak. Semoga tercapai semua impian dan harapanmu! Jadilah anak sholeh kebanggaan ibu aamiinn...
Aku menemukan tulisanku tentang kelahiran Arul di note facebookku, yang kuberi judul MY MOST EXPENSIVE BABY hahaha lebay amat gue... oke, selamat membaca, kuy!
"Maaf ibu, kehamilannya harus dihentikan sekarang!' kata dokter cantik itu, mengagetkanku!
"Maksud Dokter?" tanyaku dengan degup jantung tak beraturan. Kalau tidak kontraksi juga, bagaimana??
"Makanya ibu sekarang tidak usah pulang lagi, langsung ke kamar bersalin dan kita coba induksi!" jawab dokter Niken tenang.
"tapi Dok...." Aku mencoba membantah, aku sudah pernah merasakan diinduksi ketika melahirkan anakku yang pertama, suaakiit sekali seperti disetrum rasanya dan aku trauma!
"Tapi kenapa Bu? Ibu tidak kasihan dedeknya? ini kan sudah post date, sepuluh hari lebih, plasentanya sudah mengalami pengapuran! Ok, ya Bu..? Dokter niken panjang lebar menjelaskan.
"Apa tidak bisa besok pagi Dok??" aku menawar lagi.
"Apa bedanya sekarang atau besok pagi?? lebih cepat lebih baik bukan??"
"Saya menunggu suami saya datang dulu, dokter!" rayuku.
"O..begitu, memangnya lagi dimana suaminya?" tanyanya lagi..
"Di Jakarta, Dok!!" jawabku.
"Ibuu yang bener aja! jauh sekali Jakarta dari sini, apapun bisa terjadi selama menunggu suami ibu datang!!" Dokter Niken mulai tidak sabar.
"Kata siapa jauh dok, naik pesawat cuma satu setengah jam sampai surabaya, trus ke lamongan paling cuma dua jam! Paling perlu waktu 4 jam Dok!! tawarku lagi.
"Jadi suami ibu langsung bisa berangkat begitu ibu telpon, begitu?? tanyanya lagi.
"InsyaAlloh, Dok!! Kujawab dengan tidak yakin, karena aku tau suamiku pasti menunggu jam pulang kantor dulu, kecuali kalo aku sudah merasa kontraksi dia akan langsung berangkat.
"Oke deh, kalo maunya ibu begitu.. tapi ibu harus NST dulu, biar saya tau keadaan dedeknya baik2 aja!"
Akhirnya dokter Niken memperbolehkan aku pulang, setelah hasil NSTku baik. Detak jantung bayiku masih bagus. Tak lupa dokter Niken juga memberiku obat dan menyuruhku langsung kembali begitu perutku terasa mulas, tanpa harus menunggu suamiku. Seperti makan buah simalakama, kalau aku minum obat itu, dan perutku mulas, maka kejadian empat tahun lalu akan terulang lagi, akhirnya aku melahirkan tanpa ditunggui suamiku. Tapi jika tidak kuminum, dan perutku tidak kontraksi juga, maka aku akan diinduksi yang rasanya sakit sekali dan bahkan bisa dioperasi. Ya Allooh... tangisku sendiri dalam perjalanan pulang ke rumah! aku pasrah, yang terjadi padaku itu pasti yang terbaik!
" Jangan lupa mohon pada Alloh, hari ini aku puasa untuk kalian berdua, tetap tenang ya sayang, Alloh selalu bersama kita!" SMS suamiku membuatku tenang, Lalu aku telpon suamiku dan mengatakan bahwa apapun dan bagaimanapun besok bayi kami harus dilahirkan. Lalu kami putuskan aku meminum obat itu setelah konsultasi dengan bidan dekat rumahku. Kalau ternyata aku tak kuat menahan sakit maka aku mohon bantuannya untuk membantu proses melahirkan. Sudah tidak penting lagi apakah aku ditunggui atau tidak oleh suamiku, yang penting bayiku lahir, daripada besok harus ddinduksi atau bahkan dioperasi. Tetapi Ternyata Alloh berkehendak lain. Sudah dua butir aku minum, tak sedikitpun kurasakan sakitnya. Padahal dulu waktu anakku yang ketiga, aku cuma minum seperempatnya, perutku langsung mulas-mulas dan anakku langsung lahir. Entahlah ada apa dengan yang ini? Apa memang anakku ini laki-laki, jadi benar-benar kuat dan tahan banting, pikiranku berkecamuk sepanjang malam. Ataukah memang harus operasi? Aku jadi ingat, aku selalu menjawab minta operasi jika suamiku menyuruhku hamil lagi. Aku kuat kalau hanya disuruh hamil dengan segala mabuk, teler, morning sickness dan tetek bengeknya selama 9 bulan dan lalu susah payah merawatnya sampai besar (toh ada nanny yang siap membantuku bukan?), tapi aku tidak tahan merasakan sakitnya kontraksi walau cuma beberapa jam. Kata suamiku gapapa operasi, asal aku mau hamil lagi. Ah mungkin kata-kata kami itu diamini oleh malaikat. Sehingga sampai lewat waktunya anakku gak mau lahir juga. Bahkan bapak, ibu dan adikku sudah kembali ke jakarta semua setelah seminggu menunggu anakku belum lahir lahir juga. Malam itu aku berharap keajaiban, semoga kontraksi datang tanpa harus diinduksi.
Tapi harapan tinggal harapan, tibalah pagi itu, 12 April 2009, dedek di perutku masih adem ayem juga, tidak ada mulas dan kontraksi. Aku berangkat menuju rumah sakit di kota, 13 km dari rumahku. Aku ciumi ketiga anakku yang kutinggalkan di rumah dengan mbaknya dan ibu mertua. Perasaan was-was menyergapku, takut ada hal terburuk menimpaku. Dan aku tidak akan melihat mereka lagi. naudzubilahh...
Kondisi badanku juga tidak begitu fit, rasanya meriang dan demam. Mungkin semalaman tegang tidak bisa tidur nyaman, membayangkan sakitnya diinduksi dan takutnya dioperasi. Suamiku mengajakku bercanda sepanjang jalan, tapi tak kuhiraukan.
"Ayo siapa yang minta operasi, udah dikabulkan nih."
"Mungkin doa teman2mu dan murid2mu diijabahi, jangan lahir dulu sebelum tampil pentas"
(aku memang melatih drama bahasa inggris yang akan tampil di acara Olimpiade MIPA di sekolahku tgl 4 april, dan banyak yang mendoakan semoga anakku lahir setelah itu, apalgi para murid pemain dramanya, mereka tidak PD tampil kalau tidak ada aku. Dan terkabullah doa mereka, bahkan kebabalasan, sampai sekarang belum lahir juga)
"Santai aja, ini kan yang ke empat,tinggal ngejan dikit, pasti langsung broll"
"Biar lengkaplah referensinya, anak empat, ada yang spontan, ada yang di vakum, sekarang ada yang sesar!!"Huh enak aja si ayah bilang begitu, nggak tau sakitnya, aku cuma manyun aja! Laa haula wala quwata illa billaah!!
Sesampai di rumah sakit, dokter Niken udah menyambutku, dia kaget juga aku belum kontraksi padahal obatnya udah habis kuminum. Aku langsung masuk kamar, ganti baju bersalin dan diinfus. Ternyata badanku panas dan cukup tinggi. Induksi ditunda, panasku harus turun dulu. dari hasil NST diketahui bayiku sudah bertingkah, detak jantungnya gak karuan. Induksi dosis yang pertama diberikan.Aku ketakutan, takut tak kuat menahan sakitnya, aku bilang perawatnya untuk menyiapkan epidural. tapi ternyata tidak ada reaksi. aku tidak berasa apa2. 40 tetes yang kedua diberikan, aku tetap tidak berasa. "Tidak kenceng-kenceng bu? tanya perawatnya berulang kali. Aku cuma menggeleng, aku sudah pasrah.
Dokter Niken memberi waktu 9 jam kedepan, kalau tidak ada pembukaan juga, maka SC lah pilihan satu-satunya. Bapak ibuku dan adikku telpon dari jakarta menguatkan hatiku. Suamiku dan ibu mertuaku setia di sisi, menanti dengan harap-harap cemas.
Sembilan jam berlalu, tidak ada pembukaan, tidak ada kontraksi, dokter Niken memutuskan operasi. Aku belum pernah dioperasi sebelumnya tapi ketakutanku sudah sirna, demi anakku. Suamiku menandatangani suratnya, aku berangkat menuju meja pertempuran. Suasana ramah dan penuh canda di ruang operasi itu menenangkanku. Aku tidak dibius total, jadi aku tau apa yang sedang berlangsung. Hanya 10 menit anakku sudah lahir, tangis kencangnya begitu melegakan, aku cium dia, bayi laki-laki yang tampan seperti yang aku dan suamiku impikan, 50 cm dan 3,4 kg. Ternyata begini rasanya sesar, enak sekali tidak mengejan. Operasi belum selesai juga, ternyata endometriosis berkembang biak dengan subur di rahimku.Dokter memutuskan membersihkannya sekalian. Subhaanalloh inilah hikmah terbesar operasiku, aku jadi tahu kalo kena endometriosis. Aku percaya yang diberikan Allah pasti yang terbaik buat kami.
"Bu, puteranya tidak tahan antibiotik, ibu ingat-ingat kalo kelak dia sakit ya" kata perawatnya, kulihat merah-merah di wajahnya. Terbayang ribetnya obatnya kalo dia sakit.
"Bu, ini dedeknya scrotumnya besar sebelah, kalau dua minggu belum mengecil juga, tolong dibawa ke bag. urologi ya!" terbayang penyakit hernia yang menakutkanku. Naudzubillaah...
"Bu, tampaknya dia punya alergi, jadi susunya harus yang soya atau yang non allergic ya!" terbayang mahalnya harga susu seperti itu.
"Bu, kayaknya adiknya bingung puting deh, dari tadi koq tidak mau menyusu!'' terbayang sakit semua badanku menahan air susu yang melimpah ruah dan tidak diminumnya.
"Bu, yang sabar ya Bu, karena tidak minum ASI daya tahan tubuhnya memang lemah, dia bakalan sering jatuh sakit!" Terbayang aku harus ekstra ketat menjaganya.
Wah untunglah aku menulis cerita ini, jadi ingat lagi ceritaku menyambut kelahiran Arul. Kini sembilan tahun sudah Arulku, IZZUDDIN NASHRULLAH ANSHORY! Selamat Ulang Tahun Arul sayang!! Tak terasa sudah sembilan tahun Arul menemani hari-hariku, penuh keceriaan melihat lucunya, penuh ketegangan dikala sakitnya, penuh kejutan dengan kepribadiannya yang halus dan perasa! Cepatlah besar sayang dan bertambah pintar! Tangis dan sakitmu tidak akan jadi derita, karena ibu tahu, Kaulah pelengkap jihad ibu!! Doa terbaik selalu buatmu!! Amiin!!